Rabu, 13 Januari 2010

artikel

Agama VS Iptek?

PEMIKIRAN klasik telah mengondisikan agama dan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) sebagai dua dunia berbeda yang mesti terpisah keberadaannya.
Berabad-abad lamanya, hubungan historis antara agama dan iptek menunjukkan
'model perang'.

Dari perspektif agama, iptek adalah produk dunia yang harus dihindari dan perlu
menjaga jarak karena dianggap akan merusak doktrin agama. Pendapat fundamental
tokoh agama akhirnya merasuk dan mempengaruhi pola perilaku setiap pemeluknya,
sehingga mereka menganggap iptek sebagai musuh berat. Hal ini terlihat dengan
adanya semacam pemahaman turun temurun dari generasi ke generasi untuk tidak
mencurahkan perhatian lebih banyak kepada iptek.

Tidak dapat disangkal, teori evolusi yang dipelopori Darwin tentang manusia
kera menuai kritik keras dari kalangan teolog atau tokoh agama. Teori ini
dianggap memberontak otoritas kitab suci. Teori Galile Galileo tentang matahari
sebagai pusat tata surya, mengakibatkan gereja kehilangan akal sehat.
Akibatnya, Galileo harus menerima hukuman dibakar hidup-hidup. Inilah contoh
konkret betapa bencinya agama kepada iptek.

Hal serupa juga terjadi pada iptek. Tanpa ragu, iptek mengklaim keberadaan
agama jauh lebih rendah darinya. Agama dianggap kolot dengan argumen
irasionalnya yang tidak bisa diterima secara ilmiah. Iptek mengklaim, agama
hanya milik orang yang tidak mau berpikir dan terpenjara dalam gua tanpa
mendapatkan sinar/pencerahan. Klaim ini didasari bukti di mana agama tidak bisa
dikaji secara epistemologis dan ilmiah.

Bayangkan! Apa jadinya, tatkala keberadaan agama dan iptek terus saling
menyalahkan ibarat anjing dan kucing. Apakah betul iptek merupakan sesuatu yang
negatif, kafir dan bersifat duniawi? Apakah benar agama tidak boleh bersahabat
dengan iptek? Upaya Robert untuk menjembatani agama dan iptek dalam bukunya
'Menjembatani Agama Dan Sains', merupakan langkah bijak.

Paradigma kolot hendaknya ditinggalkan. Sekarang saatnya kita meninjau ulang
pola pikir yang dikondisikan demikian, sehingga diperoleh suatu konsep baru
yang mampu menempatkan agama dan iptek pada satu rak yang tidak terpisahkan.
Untuk membangun jembatan dapat dilakukan dengan meninjau ulang latar belakang
historis antara agama dan iptek. Artinya, kita mesti menggali, menafsirkan dan
membuka kembali bagian kitab suci yang berbicara tentang iptek.

Kalau mau jujur, pemikiran fundamental agamawan bukan bersumber dari kitab
sucinya. Sebab, kalau bersumber dari kitab suci, tidak akan terjadi konflik
antara agama dan iptek. Dalam Kristen misalnya, dikatakan, manusia berkuasa
atas ikan di laut, burung di udara dan atas seluruh bumi. Allah memberi tugas
kepada manusia untuk menaklukkan alam semesta. Manusia diberi kebebasan untuk
memanfaatkan alam semesta, dengan catatan tetap menjaga kelestarian dan
keutuhannya.

Dalam Islam pun demikian. Ketika kita meninjau tradisi ilmiah Islam, muslim
sangat berjasa terhadap orang Eropa. Orang Eropa mengenal sains dari tradisi
ilmiah Islam, dengan cara menerjemahkan teks pokok dari Bahasa Arab ke Bahasa
latin. Islamlah ibu sains di Eropa. Tradisi ilmiah Islam yang banyak
diterjemahkan berasal dari karya Ibn Sina (980-1037), seorang guru besar sains
Islam yang namanya diterjemahkan ke bahasa Latin menjadi Avicenna.

Mungkin tradisi ilmiah ini tidak cukup untuk membuktikan, Islam sangat
bersahabat dengan iptek. Oleh karena itu, kita perlu menjajaki hubungan Alquran
dan sains, daripada memperdebatkan sesuai atau tidaknya antara Islam dan teori
evolusi. Kemudian mempelajari prinsip yang mendasari teori evolusi. Hal ini
berkaitan dengan kosmologi Islam yang menjelaskan modalitas ciptaan yang
mencakup dunia fisik dan nonfisik, di mana secara ontologi (wujud) eksistensi
berhubungan dan bergantung pada Allah.

Dalam Budha pun hubungan antara sains dan agama sangat mudah disimpulkan, yakni
saling mendukung. Sepanjang sejarah, ada beberapa contoh proyek Budha yang
didukung iptek. Bangunan kuil Todaiji (terbuat dari konstruksi kayu terbesar di
dunia) di ibukota Nara di Jepang, patung Budha Vairocana (dari perunggu
terbesar) merupakan beberapa produk iptek yang mendukung proyek agama Budha.

Semua realitas ini mampu menuntun kita untuk memikir ulang konsep yang selama
ini menganggap agama dan iptek bermusuhan. Kalaupun ternyata iptek menimbulkan
hal negatif, tidak lain karena manusia sendiri yang menyalahgunakannya. Jadi,
kesalahan itu bukan ada pada iptek, melainkan manusia.

www.freelists.org/archives/nasional_list/09-2005/msg00216.html - 13k

Kemajuan IPTEK Tanpa Didasari Agama

Perlu disadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnology belakangan ini, memang sangat luar biasa, bahkan jika kita lihat, misalnya dari tekhnology Clonning saja, terkadang dapat membuat manusia menjadi sombong, pun pada titik kulminasinya yang paling berbahaya adalah anggapan, bahwa sesungguhnya manusia mampu melakukan apa yang dilakukan oleh Tuhan, lalu perkembangan Robot yang terakhir saya ketahui diJepang adalah adanya pengembangan Robot yang sempurna, bahkan menyerupai manusia, dan mungkin apa yang selama ini disebut difilm-film sebagai Cyborg akan lahir, bila waktunya tiba tentunya.

Kemajuan IPTEK adalah hal yang tidak mungkin dihindari, karena hal tersebut adalah suatu aliran yang tidak mungkin dibendung atau dihentikan, namun perlu diingat, bahwa sekalipun IPTEK berkembang, namun jika tanpa didasari oleh agama dan keimanan, maka hal tersebut akan berjalan dengan kebejatan moral. Contoh paling mudah yang bisa kita cermati antara lain adalah tekhnology handphone atau telepon genggam, dimana teknolgy Celluler ini dari waktu kewaktu makin berkembang, dan jika kita sebagai sipengguna tidak mampu mendasari penggunaan handphone dengan batasan-batasan yang dibenarkan oleh agama, maka yang muncul adalah kekacauan, pun keusilan, misalnya sms-sms yang ditujukan untuk mengerjai seseorang, atau penggunaan fasilitas Clir, yang memungkinkan untuk menyembunyikan nomer saat menelpon, jika penggunanya tidak memiliki iman dan takwa yang kuat, maka akan digunakan hanya untuk mengusili orang, dan lain sebagainya. Contoh paling ekstrem daripenggunaan IPTEK, yang tidak didasari oleh agama, adalah penggunaan Bom Atom diHiroshima dan Nagasaki, yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa, kalau untuk dunia Cyberzone, maka para Hacker, pembuat Virus, dan sebangsanya adalah contoh mudah dari pengguna IPTEK, yang tidak mendasarkan dirinya pada agama yang diyakininya, sehingga mempunyai kecenderungan untuk merusak.

Yang jelas, perkembangan IPTEK, bagaimanapun juga harus didasari oleh agama, sehingga akan berguna bagi hajat hidup orang banyak.

forum2.plasa.com/archive/index.php/t-63000.html - 19k –

Agama dan Iptek
Oleh: Ahmad Jaelani SAg

PERNAH kita mendengar beberapa pakar ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dari Barat mengatakan,"Agama menghambat perkembangan dan kemajuan Iptek, karena agama terlalu membatasi ruang gerak kita." Sebaliknya kita juga pernah mendengar beberapa ahli agama mengatakan,"Perkembangan dan kemajuan Iptek telah meningak-injak norma agama. Oleh karena itu harus dihentikan." Kalau kita mencermati dari kedua pendapat tersebut di atas sepertinya antara agama dan iptek tidak sejalan, benarkah?
Sebenarnya kalau ada beberapa pakar iptek mengatakan demikian, ini tidak bisa kita salahkan sepenuhnya tetapi juga tidak bisa kita benarkan sepenuhnya. Mungkin karena pakar iptek tersebut kurang memahami dan mendalami ajaran agama. Sebab semua ini berkaitan dengan pengalaman dan pendalaman seseorang terhadap suatu agama. Banyak sekali di antara orang-orang yang menganut suatu agama bukan karena hasil pemikiran yang mendalam tetapi kebanyakan karena agama tersebut berasal dari warisan orangtua, sehingga dalam kehidupannya orang-orang tersebut tidak begitu memikirkan tentang keakuratan dan kebenaran dari agama yang dianutnya itu terlebih dahulu. Demikian juga dengan agama, apakah pantas kita menganut suatu agama hanya karena orangtua kita beragama itu, tanpa mengkaji dan mendalami agama tersebut? Bahkan tidak sedikit dari orang-orang yang beragama itu hanya untuk pelengkap identitas diri saja (agama KTP).
Maka wajar saja kalau para pakar Iptek yang kurang memahami dan mendalami suatu agama, mereka mengatakan,"Agama hanya menghambat perkembangan dan kemajuan Iptek." Padahal sebenarnya tidak demikian, justru agama sebagai pelopor dan dasar bagi perkembangan dan kemajuan Iptek. Banyak sekali ajaran-ajaran agama yang menganjurkan dan mendorong terhadap perkembangan dan kemajuan Iptek, di antaranya firman Allah QS Ar-Rahman ayat 33: "Yaa Maksyaral jinni wal insi inistathaktum an tanfudzuu min aqtharis saamaawaati wal ardhi fanfudzuu illa bisulthaanin."
Artinya: "Hai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan sulthan."
Yang dimaksud "Sulthan" dalam ayat ini adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Apakah manusia pada abad ini sudah mampu memenuhi tawaran Allah seperti pada ayat tersebut? Jawabannya dapat kita saksikan sendiri, manusia melalui teknologi roket dan pengendalian elektronis yang canggih telah berhasil mengantarkan manusia ke permukaan bulan dan planet yang lain serta mampu mengembalikan ke bumi kembali. Selain itu manusia telah berhasil mengirimkan satelit-satelit ke planet-planet dalam tata surya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Bahkan Allah juga akan meninggikan derajat orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan, sebagaimana firman-Nya dalam QS Al Mujadilah 11: "Waidza qiilansyuzud Fansyuzuu yarfaillahulladziina aamanuu minkum, walladzina uutul ilma darajadtin." Artinya, Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat." Agama juga tidak membatasi tempat dan jenis ilmu pengetahuan teknologi untuk dipelajari selama ilmu tersebut tidak menyalahi kodrat manusia dan tidak merusak lingkungan sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Udlubul ilma walau bisinna," Artinya: carilah ilmu itu walaupun sampai ke negeri China. Hadis ini menunjukkan bahwa agama tidak membatasi tentang ini. Kita disuruh untuk belajar tentang ilmu-ilmu yang lain misalnya kedokteran, militer, perdagangan (ekonomi), karena saat itu China merupakan salah satu peradaban dunia di bidang Iptek.
Selain itu agama tidak membatasi waktu dan usia untuk terus menuntut ilmu, sebagaimana sabda Rasullah SAW: "Uthlubul ilma minal mahdi ilal lahdii," Artinya, carilah ilmu itu sejak dari ayunan (gendongan) ibu sampai ke liang lahat (wafat).
Namun demikian bukan berarti karena agama memberikan keleluasaan dalam menuntut ilmu, kemudian kita mengembangkan Iptek tanpa memperhitungkan manfaat dan kerugiannya. Selama Iptek tersebut memiliki lebih banyak manfaat ketimbang mudharatnya, maka itu sah-sah saja unmtuk dikembangkan. Sebab saat ini banyak sekali hasil-hasil dari Iptek yang telah melanggar dan merusak hakikat manusia itu sendiri, misalnya:
a. Perkembangan dan kemajuan teknologi senjata pemusnah manusia, bukankah ini lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya? Berapa banyak sudah manusia dan makhluk hidup yang lain musnah akibat senjata-senjata tersebut? Tidakkah kita sadar akibat peledakan bom di Hiroshima dan Nagasaki (Jepang), gedung WTC New York (AS), Bali (Indonesia).Berapa juta nyawa dan kerugian akibat peledakan bom-bom dan penggunaan senjata canggih tersebut? Dan berapa pula dana negara kita yang tersedot untuk pembelian pesawat tempur, kapal perang dan senjata-senjata yang lain serta untuk membiayai angkatan perang? Seandainya saja dana-dana tersebut untuk membantu saudara kita yang hidup di garis kemiskinan, mungkin tidak adalagi bangsa ini yang miskin dan kelaparan, seandainya saja setiap negara tidak memiliki senjata dan angkatan perang, mungkin tidak ada lagi korban perang. Kalau kita ingin damai, makmur dan tentram, teknologi persenjataan harus dihentikan.
b. Perkembangan obat-obat terlarang yang seperti semakin meluas saja. Akankah kita membiarkan generasi penerus ini menjadi rusak dan lemah? Haruskah negara ini nantinya akan dipimpin oleh orang-orang yang teler? Yang jelas perkembangan obat-obat terlarang ini jangan dibiarkan berkembang, dengan cara memberikan hukuman yang seberat-beratnya bagi pelakunya agar mereka jera dan takut untuk melakukannya.
c. Perkembangan teknologi "kloning" terhadap manusia. Walaupun teknologi ini belum dikembangkan di negara kita, tetapi kita patut untuk menyikapinya agar tidak dikembangkan di negara kita. Sebab sepertinya sampai saat ini belum ada sebutir pasal pun dalam UU negara kita yang melarangnya. Padahal teknologi kloning bagi manusia, menurut beberapa pakar memiliki banyak kelemahan bahkan dapat menimbulkan kecacatan bayi yang lahir dari hasil kloning. Bagaimana jika hal ini terjadi, apa hukumannya bagi yang mengkloning bayi tersebut. Bagaimana pula hukumnya jika bayi hasil kloning tersebut dibunuh sebelum kelahirannya karena takut cacat, haruskah hal ini kita biarkan tanpa kepastian hukum? (bersambung)
www.radartarakan.com/berita/index.asp?Berita=OPINI&id=4723 - 18k -

1 komentar:

  1. mba mba, saya ijin copas ini buat tugas agama yaa , hehe . makasih :)

    BalasHapus